
- Analisa kata
Kata al umur adalah jamak dari kata amrun artinya al fi’lu (perbuatan) yakni pekerjaan anggota badan baik perbuatan atau ucapan, karena ucapan itu timbul dari gerakan lisan1, sedangkan kata al maqosid adalah jamak dari kata al maqsud yang berarti tujuan.
Kaidah ini merupakan kaidah pertama dari lima kaidah pokok yang lima, dan merupakan kaidah yang sangat luas cakupannya di setiap bab fikih, baik ibadah, muamalah, munakahah, dan jinayat.
- Pengertian kaidah
Hukum yang timbul dari suatu perbuatan sangat erat dengan tujuan pelaksanaannya. Dengan artian, konsekuensi hukum yang dilahirkan oleh sebuah perbuatan tergantung pada tujuan masing-masing individu yang melakukan.
Di dalam surat Al-Maidah ayat 3, Allah berfirman :
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما اهل لغير الله به
Artinya : diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, dan daging yang disembelih bukan atas nama Allah.
Ayat di atas bahwa Allah mengharamkan hambanya mengkonsumsi bangkai di selain keadaan darurat. Artinya jika seseorang tidak mengkonsumsi bangkai karena jijik maka tidak mendapat pahala, tetapi jika seseorang tidak mengkonsumsinya karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya maka akan mendapat pahala.
Juga disebutkan dalam surat al hajj ayat 37, Allah berfirman:
لَنْ يَنَالُ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَائُهَا وَ لَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Artinya : daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.
Imam qurtubi berkata : Sahabat ibnu Abbas meriwayatkan bahwa pada zaman dahulu orang-orang jahiliyah suka melumuri rumahnya dengan darah unta, lalu orang-orang islam ingin menirunya. Maka turunlah ayat di atas2.
Ibnu Abbas menafsiri lafadz At taqwa dengan niat3.
Ayat di atas menjelaskan daging dan darah persembahan orang musyrik mekkah tidak di terima oleh Allah dikarenakan tidak ada niat (taqwa) di hati mereka. Jadi setiap perbuatan orang mukallaf akan menimbulkan hukum yang sesuai dengan niat yang mendasarinya. Apabila niatnya benar maka perbuatannya diterima, begitu juga sebaliknya.
- Fungsi Niat
Tak bisa dipungkiri,niat merupakan pekerjaan fundamental yang menjadi landasan dari berbagai macam pekerjaan yang lain.niatlah yang menentukan proses pekerjaan itu bernilai suatu ibadah atau tidak,karena sejatinya,niat memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting dalam semua aspek khususnya dalam ranah ibadah.
Fungsi niat itu sendiri antara lain:
Membedakan antara ibadah dengan adat,seperti halnya mandi.mandi merupakan suatu pekerjaan yang lumrah kita kerjakan setiap harinya,baik mandi sekedar membersihkan badan dari kotoran atau mandi disebabkan hadats besar yang kita kenal dengan istilah mandi wajib. Nah,karena kedua model mandi tadi sama persis,disinilah peran niat sangat dibutuhkan untuk membedakan mana mandi yang sifatnya wajib(mandi janabah) dan yang tidak(mandi rutinitas).
Fungsi lain dari niat adalah membedakan tingkatan-tingkatan dalam satu ibadah.
Sering kita jumpai satu pekerjaan ibadah bisa berbeda-beda hasilnyahanya karena niat,orang yang niat dimalam hari untuk menjalankan ibadah puasa yang sempat ia tinggalkan di bulan ramadlan, otomatis puasa yang ia lakukan di pagi harinya berstatus puasa qodlo’ (wajib), tetapi jika orang tersebut niat untuk menjalankan ibadah sunnah, tentu puasa yang ia lakukan di pagi harinya berstatus sunnah. Maka dari itu, meskipun praktiknya tiada beda karena dilandasi niatan yang berbeda, berbeda pulalah status puasanya.
Di muka sudah dijelaskan bahwa semua amal perbuatan itu sangat erat kaitannya dengan niat merujuk pada hadits nabi اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ tetapi ada segelintir amal perbuatan meski tanpa dilandasi dengan niat perbuatan tersebut tetap dianggap oleh syara’ seperti ucapan yang sharih dalam masalah talak, i’taq, rujuk, dan sighat-sighat yang lain. Hal ini dikarenakan sighat sharih merupakan lafadz yang tidak bisa diarahkan kepada arti yang lain. Ketentuan ini berlaku apabila tidak ada shorif (perkara yang memalingkan dari makna syar’i). Jika tidak demikian maka harus ada niat ketika mengucapkan talak, i’taq, rujuk dan sighat-sighat yang lain.
- Dalil Kaidah
Kaidah ini bermula dari sabda Rasulullah SAW :
اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
Artinya : amal perbuatan itu sesuai dengan niatnya.
Hadits ini memberi pengertian bahwa setiap amal perbuatan itu tidak dianggap oleh Syara’ kecuali dengan adanya niat. Yang dimaksud perbuatan dalam konteks ini secara
1 Dr. Abdul Aziz Muhammad Azam, al-Qowaid- al-fiqhiyyah, Dar al-hadits al qohirah, (2005) Hal. 81
2 imam qurtubi, Al-jami’ li ahkamil Qur an, dar al-fikr, juz 12,
3 Syaikh An-nawawi, al-adzkar,
hakikat adalah yaitu segala aktivitas yang dilakukan oleh tubuh termasuk perkataan yang kita ucapkan1. Sedangkan yang di maksud niat dalam hadist di atas adalah keinginan melakukan sebuah ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah yang ditandai dengan adanya perbuatan atau tidak adanya perbuatan2. Jadi niat yang konotasinya mengarah kepada hal-hal negatif tidak termasuk niat dalam hadist ini.
Menurut Syekh Yasin Al Fadani, hadist ini termasuk matrukud-dlohir (tidak di artikan secara parsial), sehingga ulamak syafi’iyah mengartikan hadist ini dengan arti bahwa sahnya perbuatan tergantung niat.jika niatnya benar maka pekerjaannya juga benar, dan jika niatnya rusak maka pekerjaannya juga rusak3.
Selain hadist yang telah disebutkan di atas, terdapat hadist lain yang menjelaskan urgensitas niat. Diantaranya :
- لا عمل لمن لا نية له
- نية المؤمن خير من عمله
- انك لن تنفق نفقة تبتغي بها وجه الله الا اجرت فيها حتى ما تجعل في إمرأتك
- من أتى فراشه وهو ينوي ان يقوم يصلي من الليل فغلبته عينه حتى يصبح كتب له ما نواه
- Aplikasi Kaidah
- Wudlu
Wudlu merupakan rangkaian ibadah yang sangat penting dan menjadi penentu dari keabsahan ibadah yang memiliki kaitan erat dengan wudlu itu sendiri. Karena tanpa adanya wudlu, ibadah tersebut tidak akan diterima oleh Allah SWT. nabi bersabda :
لا يقبل الله صلاة بغير طهور
Artinya: Allah tidak menerima solat seseorang tanpa bersesuci. (HR. Muslim)
Wudlu merupakan satu ibadah dari berbagai jenis ibadah yang mempunyai keserupaan dengan adat. Dalam sudut pandang fikih, wudlu mempunyai arti menyampaikan air pada anggota tertentu yang diawali dengan adanya niat.
Niat merupakan salah satu komponen dari beberapa rukunnya wudlu disamping membasuh wajah, kedua tangan, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kaki. Seseorang yang melakukan wudlu tanpa diawali niat tentu wudlunya tidak sah.
1 al-asy’ari, Dalilul Falihin, Dar al-fikr, juz 1 hal. 41.
2 Dr. Abdul Aziz Muhammad Azam, al-Qowaid- al-fiqhiyyah, Dar al-hadits al qohirah, (2005) Hal. 82.
3 Syaikh Yasin bin Isa Al- Fadani Al Makki, Fawaidul Janiyyah
Waktu niat dalam wudlu adalah bersamaan dengan permulaan membasuh wajah bagian mana saja. Untuk mendapatkan pahala sebelum membasuh wajah, sepereti membasuh tangan, berkumur, dan isytinsyaq, maka niat harus bersamaan dengan kesunahan tersebut dan tidak boleh hilang sebelum membasuh wajah. Apabila niatnya hilang, maka ulama’ berbeda pendapat. Menurut qoul ashoh hal itu tidak mencukupi karena inti dari ibadah adalah rukun. Namun ada yang berpendapat mencukupi karena kesunahan-kesunahan tersebut termasuk bagian dari wudlu4.
Tujuan niat dalam wudlu adalah menghilangkan keharaman yang timbul dari hadats, sedangkan dalam masalah keharusan niat dalam membasuh setiap anggota wudlu maka ulama’ berbeda pendapat. Menurut Ibnu Hajar disyaratkan adanya niat didalam setiap anggota wudlu. Namun pendapat ini masih di pertentangkan karena terdapat keterangan dalam madzhab Syafi’I yang menyatakan tidak disyaratkan niat didalam setiap anggota wudlu.
Mandi
Mandi merupakan salah satu rangkaian ibadah yang memiliki peranan penting untuk menentukan keabsahan ibadah-ibadah yang sangat erat kaitannya dengan mandi.
Allah berfirman dalam surat
وان كنتم جنبا فاطهروا
Artinya :
Dalam kacamata fikih mandi mempunyai arti mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan niat tertentu yang disebabkan hadats besar. Dan bagi orang yang sedang menanggung hadats besar tidak diharuskan bersegera mandi kecuali bila waktu shalat hampir habis. Di samping itu mandi memiliki keserupaan dengan adat dalam segi pelaksanaannya sehingga dibutuhkan niat untuk membedakannya. Niat mandi itu sendiri juga bervariasi, jika diniati mandi wajib maka statusnya menjadi wajib, tapi bila diniati mandi sunnah maka statusnya menjadi sunnah. Di sinilah disyariatkan adanya niat guna membedakan tingkatan dalam satu ibadah.
Pelaksanaan niat dalam mandi adalah bersamaan dengan permulaan anggota tubuh yang dibasuh. Apabila niat itu dilakukan setelah terbasuhnya anggota tubuh maka anggota tubuh yang terbasuh tersebut tidak dianggap dan wajib mengulangi basuhan kembali.
Tata cara niat yang paling sederhana dalam mandi adalah niat menghilangkan hadats besar yang berupa junub, haidl, nifas, dan lainnya atau niat melakukan mandi fardlu. Bila seseorang hanya berniat melakukan mandi secara umum maka hal tersebut dianggap tidak cukup dikarenakan ada keserupaan dengan adat.
- Tayammum
Bersesuci (Thaharah) merupakan rangkaian pekerjaan yang memiliki kaitan sangat erat dengan air karena itulah air merupakan salah satu elemen yang terpenting dalam kehidupan manusia disamping sebagai alat pembersih dari kotoran air juga digunakan sebagai alat untuk menghilangkan sesuatu yang bersikap abstrak (hadats). Tetapi tidak serta-merta semua rangkaian dari pekerjaan bersesuci memerlukan adanya air. Ya, tayammum.
Tayammum adalah sebuah rangkaian ibadah yang dilakukan sebagai pengganti dari wudlu atau mandi dalam kondisi tidak ada air atau tidak bisa menggunakan air dengan cara menyampaikan debu yang suci dan menyucikan kepada wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu.
Dalil yang menjelaskan Tayammum adalah Firman Allah :
فان لم تجدوا ماء فتيمموا صعيدا طيبا
Artinya :
Waktu niat dalam tayammum adalah bersamaan dengan memindah debu. Dan niat tersebut harus tetap ada sampai terusapnya sebagian anggota dari wajah. Hal ini dikarenakan dalam ibadah sendiri terdapat dua permulaan yaitu Awal Nisbi dan Awal Haqiqi. Awal Nisbi adalah permulaan yang telah didahului oleh pekerjaan lain. Sedangkan Awal Haqiqi adalah permulaan yang tidak didahului oleh pekerjaan apapun. Dalam pelaksanaan tayammum mengusap wajah merupakan Awal Nisbi sedangkan memindah debu merupakan Awal Haqiqi. Oleh karena itu niat harus bersamaan dengan Awal Nisbi dan Awal Haqiqi serta tidak boleh hilang di antara keduanya. Pendapat ini dinilai shahih oleh Imam Nawawi dalam kitab “Minhaj Al-Tholibin” beda halnya dengan pendapat yang dikemukakan Imam Baijuri yang tidak mensyaratkan tetapnya niat di sela-sela antara Awal Nisbi dan Awal Haqiqi.
Adapun tujuan dari niat tayammum adalah memperbolehkan seseorang melakukan shalat dan setiap perkara yang diharuskan bersuci. Ketentuan ini di sebabkan tayammum tidak bisa menghilangkan hadast menurut imam Syafi’i.